Tepat 3 tahun yang lalu, aku memutuskan untuk melindungi mahkotaku dengan kerudung. Masa lalu penuh lika-liku, karena selalu saja mencari alasan untuk mengingkari kebenaran yang ada. Namun, kudapati bahwa tidak ada perjuangan yang lebih indah selain berjuang untuk meraih ridha-Nya. Pada dasarnya, ketidaksiapan dan segala bentuk intervensi bukanlah penghalang, melainkan tantangan yang harus diselesaikan demi melaksanakan perintah-Nya.
Bismillahirrahmanirrahim,
Para sahabatku yang dicintai Allah, semoga tulisan ini mampu mengetuk pintu hati semua pejuang yang ingin lepas dari keragu-raguan, terutama untukmu para wanita shalilah. Cerita yang akan kututurkan ini, adalah kisah perjuanganku untuk mengenakan hijab ketika aku berumur 17 tahun.
Aku paham bahwa terkadang mengingatkan orang akan sesuatu dianggap bersifat riya ataupun sombong bagi sebagian orang. Setiap pernyataan yang diungkapkan maupun perbuatan yang dilakukan akan selalu ada orang yang menyukai dan membencinya, dan aku menerima hal itu. Namun sungguh, tidak ada maksud lain kecuali aku sangat menyayangi dan ingin mendukung semua teman-temanku dalam memperjuangkan kebenaran. Aku pun tidak dapat memungkiri, bahwa sampai sekarang pun aku lebih sering mementingkan kehidupan dunia.
Ya. Manusia. Kehidupan. Dan proses. Sebab itu, tidak salah jika kini beranjak dewasa, mulailah imbangi dengan amal ibadah. Karena kita tidak pernah tahu, sampai kapankah kita sempat membenahi diri sebelum pergi dari dunia ini untuk menghadap-Nya. Jika pelan-pelan ada yang bisa dibenahi termasuk penampilan, segerakanlah. Mengapa pendapat manusia seringkali lebih dipedulikan dibanding pendapat Allah kelak?
Terimakasih kuucapkan kepada seluruh pengurus FUSI FTUI (Forum Ukhuwah dan Studi Islam Fakultas Teknik Universitas Indonesia) 2015 yang telah memberi ruang padaku untuk menyampaikan cerita, dan mempersembahkannya dalam bentuk buku pada foto di bawah ini. Semoga sayembara ini dapat dilakukan secara rutin dan bisa menghadirkan output dalam bentuk yang jauh lebih baik dari tahun ke tahun agar manfaatnya juga lebih meluas kelak. 29 penulis lain yang tergabung dalam penulisan buku ini, sungguh membuka mata, hati, dan pikiranku bahwa segala sesuatunya dapat dilakukan jika dilandasi dengan niat, usaha, dan doa. Izin kutuangkan dalam blog ini, agar lebih banyak orang yang memperoleh faedahnya 😊
"Jika ada sebuah kewajiban yang harus kamu lakukan dan kamu secara sadar bisa melakukannya, mengapa tetap memilih untuk tidak melakukan? Kamu tidak pernah tahu kapan waktumu akan habis, dan penyesalan selalu datang terlambat"
-Wimala Puspa, Teknik Industri UI 2012-
----------------------------------------------------------------------------
Happy reading!
Minggu, 15 Maret 2015
(dengan beberapa tambahan)
(dengan beberapa tambahan)
Hijab, I’m Still and I’ll Always Love You
Mulai belajar berhijab
sekitar 1,5 tahun yang lalu, kian mengantarkanku ke segala jalan kemudahan.
Kini, aku sedang menjalani keseharian sebagai mahasiswi Teknik Komputer UI
2014, dan rizki ini tidak terlepas dari kebesaran Allah SWT yang sungguh tiada
bandingan. Menurutku, masih banyak orang-orang yang jauh lebih berkompeten
namun Allah berkenan memberikan 1 kursi ini untukku, alhamdulillah.
Menjadi seorang lulusan sekolah
Katolik selama 10 tahun dari TK hingga SMP di Mardi Yuana Depok adalah pengalaman yang sangat unik karena berada dalam lingkungan minoritas, dan cukup banyak lika-liku yang
kuhadapi baik ketika di sana maupun ketika membanting stir ke lingkungan
mayoritas dengan masuk SMA Negeri 3 Depok. Dari sinilah, banyak perubahan dalam diriku
yang tidak pernah aku perkirakan sebelumnya. Sungguh, rencana Allah memang di luar logika manusia. Aku bersyukur atas apa yang telah Allah pilihkan untukku, ketika menjalani indahnya kehidupan di tengah perbedaan, dan nikmatnya kehidupan di tengah ukhuwah Islamiyah yang sangat kuat. Kedua lingkungan itu membawaku pada kesimpulan bahwa, kita wajib menghargai dan menghormati perbedaan yang ada, karena setiap orang telah mampu memilih sendiri pedoman hidup mereka tanpa harus membeda-bedakan. Namun di satu sisi, kita harus melaksanakan hal tersebut tanpa melanggar aqidah dan syariat agama Islam, karena demikian Islam mengajarkan toleransi,
"Bagimu agamamu, dan bagiku agamaku" - QS. 109 : 6.
"Bagimu agamamu, dan bagiku agamaku" - QS. 109 : 6.
Pertama kali menjejakkan kaki di
sekolah itu, rasanya sungguh asing dan risih karena semua mata memperhatikanku
dengan tajam. Ya, mereka tahu almamaterku dari seragam yang aku kenakan (saat itu masih memakai seragam almamater SMP), namun
aku melaksanakan sholat di mushola sekolah. Salah satu hal lucu yang kuingat ketika masih dalam MOS (masa orientasi sekolah), ada beberapa senior dari Rohkris (Rohani Kristen) Smanti yang memperhatikanku dari jauh dan aku tahu mereka sedang membicarakanku. Mungkin mereka bingung karena aku tidak mengikuti kakak Rohkris yang sudah memberi petunjuk bagi para siswa baru, apalagi teman-teman MY lainnya juga sudah pergi, hanya aku yang mencolok masih diam saja di lapangan. Akhirnya, 2 orang dari mereka datang menjemputku untuk mengajakku ibadah. Ya, kukatakan pada mereka bahwa aku seorang muslim. Mereka pun meminta maaf dan kembali, lalu saling menertawakan temannya mungkin karena malu salah mengira.
Kemudian, ketika minggu pertama kegiatan belajar mengajar dimulai, dibiasakan untuk tilawah bersama sebelum memulai pelajaran. Saat itu, tidak ada yang memperhatikan bahwa aku juga ikut tilawah kecuali teman sebangku. Setelah tilawah, ibu guru meminta salah satu siswa untuk membacakan artinya. Entah mengapa, mungkin karena aku duduk di bagian tengah dan terlihat aku membawa Al-Qur'an terjemah, aku pun ditunjuk. Tiba-tiba, ada seorang siswi yang kelepasan dan setengah berteriak, "dia Islam?!", dan yang lain pun ikut berbisik-bisik. Aku kaget melihat sikap mereka semua seperti itu, namun aku berusaha untuk tidak peduli dan segera membaca terjemahan ayat itu. Awalnya, aku takut tidak diterima atau dianggap macam-macam. Tapi tidak. Setelah kejadian itu, justru banyak teman yang ingin lebih mengenalku. Berbagai macam pertanyaan mereka lontarkan. Ternyata, dengan kondisiku yang seperti ini, mulailah terangkai berbagai pengalaman indah yang menuntun pada perubahan.
Kemudian, ketika minggu pertama kegiatan belajar mengajar dimulai, dibiasakan untuk tilawah bersama sebelum memulai pelajaran. Saat itu, tidak ada yang memperhatikan bahwa aku juga ikut tilawah kecuali teman sebangku. Setelah tilawah, ibu guru meminta salah satu siswa untuk membacakan artinya. Entah mengapa, mungkin karena aku duduk di bagian tengah dan terlihat aku membawa Al-Qur'an terjemah, aku pun ditunjuk. Tiba-tiba, ada seorang siswi yang kelepasan dan setengah berteriak, "dia Islam?!", dan yang lain pun ikut berbisik-bisik. Aku kaget melihat sikap mereka semua seperti itu, namun aku berusaha untuk tidak peduli dan segera membaca terjemahan ayat itu. Awalnya, aku takut tidak diterima atau dianggap macam-macam. Tapi tidak. Setelah kejadian itu, justru banyak teman yang ingin lebih mengenalku. Berbagai macam pertanyaan mereka lontarkan. Ternyata, dengan kondisiku yang seperti ini, mulailah terangkai berbagai pengalaman indah yang menuntun pada perubahan.
Perubahan
itu, dimulai dari rasa iri.
Aku
iri. Aku baru pertama kali mempelajari Islam di sekolah. Aku tidak lancar
membaca Al-Qur’an. Aku tidak hafal berbagai surat pendek, terlebih, pada mereka
yang bisa berhijab, sebab kerudung putih saja aku tak punya. Karena hari Jum’at
wajib mengenakan kerudung, akhirnya aku memilikinya dan aku selalu merasa
senang ketika memakainya.
Memasuki kelas 10
semester 2, Allah memberikan hidayah. Saat itu, aku diikutsertakan dalam FLS2N
(Festival Lomba Seni Siswa Nasional) kategori menulis puisi. Untuk pelatihan, aku
diajak menulis di ruang guru dan ternyata bertepatan dengan seleksi perlombaan
yang sama hanya kategorinya adalah membaca puisi. Satu per satu peserta seleksi
pun memulai aksinya di saat aku menulis sambil kudengarkan mereka tanpa melihat dengan seksama, hanya sekadar lewat saja, karena aku pun sedang fokus menulis puisiku. Sampai akhirnya, aku mendengar suara gadis yang sangat lembut dan membaca puisi
bertema Ibu. Keindahan suara dan penghayatannya mengalihkan perhatianku untuk
melihatnya, dan, bukan main cantiknya gadis itu dibalut jilbab syar’i-nya.
Tanpa kusadari, aku merinding dan menangis sampai dia selesai membacanya. Walaupun pada akhirnya dia tidak terpilih untuk mewakili sekolah, namun satu hal yang bisa aku lihat dalam bola matanya, ketulusan.
Sebelumnya, tak pernah kulihat gadis
secantik dan semanis dia, bahkan hingga saat ini. Hidayah pun terus berlanjut.
Allah menyatukan kami di kelas yang sama pada saat kelas 11. Kami pun
berkenalan, dan aku semakin sering mencari tahu tentangnya. Aku sangat kagum
karena dia adalah sosok yang sangat agamis, jujur, cerdas, dan ramah. Entah
walaupun tiada manusia yang sempurna, tapi menurutku dia adalah contoh teladan
yang sangat ideal. Melihatnya, aku semakin termotivasi untuk berhijab. Namun seiring
niatku menguat dalam menggapainya, banyak keraguan yang terlintas karena aku
belum siap secara materiil dan non-materiil. Kerudungku sedikit, baju panjangku
pun demikian. Tingkah lakuku juga sama sekali tidak mencerminkan seorang
muslimah yang pantas berhijab. Satu lagi, saat itu ibuku juga belum berhijab. Tapi,
dikata tidak siap, maka sampai kapanpun tak akan pernah siap.
Perjuangan meraihnya bukanlah hal
mudah. Ya, hal yang paling sulit ditempuh adalah ketika aku belum mendapat
dukungan penuh dari keluarga. Kadang-kadang, aku menangis merenunginya, sebab
sekarang aku sudah tahu apa konsekuensi seorang perempuan yang tidak berhijab.
Hingga pada suatu malam ketika sudah duduk di kelas 12, aku mendadak sesak
nafas, tubuh tidak bisa bergerak meminta pertolongan, dan aku hanya bisa
berdzikir di dalam hati. Jujur, aku merasa seperti ingin mati. Namun, ketika
aku menitikkan air mata karena sakit dan ketakutan, tiba-tiba sesak itu
berhenti. Aku langsung menangis sejadi-jadinya, dan yang aku langsung
menganggap ini pertanda dari Allah agar tidak menunda niat yang sudah lama
ingin dicapai. Apa jadinya kalau umurku tak sampai?
Untuk kesekian kalinya, aku kembali
memohon izin kepada orangtua terutama Ibunda. Aku tidak kuasa menahan tangis
ketika berbicara untuk kesekian kalinya itu. Mungkin, Ibu pun tak sampai hati
lagi untuk berkata nanti. Aku mengerti selama ini Ibu mau mengizinkan hanya saja
tidak sekarang karena berbagai alasan. Salah satunya adalah karena latar
belakang sekolahku, keluarga besar yang banyak non-muslim, dan pakaian yang
masih kurang. Terlebih, Ibuku adalah seorang mualaf. Entah, mungkin banyak hal yang terpikirkan oleh Ibuku namun tidak kunjung disampaikan Ibu hingga aku meminta izin di kala itu. Tapi, aku percaya Allah akan memudahkan setiap jalan jika aku
memperjuangkan kebenaran, dan aku tidak takut apapun yang akan terjadi di depan sebab bakti seorang anak adalah yang terpenting untuk kedua orangtuanya. Aku telah membulatkan keinginan ini dan tidak ingin gagal di tengah jalan. Aku yakin Allah akan melindungi keluargaku dalam rintangan seperti apapun nanti. Hasilnya, permohonan diluluskan dan aku sangat
bersyukur akhirnya aku berhasil meraih penantian yang sudah lama, apalagi
keberhasilan ini diraih ketika bulan Ramadhan, bulan penuh berkah.
22 Juli 2013. Hari pertama aku mulai
berhijab dan InshaAllah untuk seterusnya. Lagi-lagi awalnya aku merasa malu dan
takut, karena merasa belum pantas, dan takut akan dibicarakan mencari sensasi. Tidak
ada yang tahu keinginan ini kecuali sahabat-sahabat terdekat. Namun sekali lagi
tidak. Teman-teman merangkul, bahkan gadis yang aku kagumi sebelumnya itu,
memeluk dan menggenggamku dengan erat saat melihatku berhijab ketika bertemu
dalam acara buka bersama kelas 11 IPA 1. Aku kembali menitikkan air mata karena
Allah mengirimkan berbagai hidayah termasuk melalui gadis itu. Satu hal yang kuingat lagi, hari pertama mengenakan hijab itu, Allah berkenan menurunkan hujannya. Padahal aku ingat betul, hari sebelumnya aku masih keluar dengan baju pendek dan panasnya begitu menyengat, begitupun hari-hari sebelumnya yang lama tidak kunjung hujan. Aku sempat dilema, apakah aku bisa membiasakan diri setiap hari. Ternyata Allah menjawabnya. Hari itu 22 Juli 2013, begitu sejuk dengan turunnya hujan, dan juga begitu hangat dengan pelukan teman-teman.
MasyaAllah. Rencana Allah memang di luar logika manusia. Aku sangat bahagia dengan keputusan ini. Berhasil berhijab adalah prestasi terbesar yang pernah diraih di atas prestasi apapun yang pernah kudapat sebelumnya.
Perjuangan belum selesai sampai
disini. Aku sadar bahwa tingkah laku belum sangat mendukung, Dalam masa-masa
peralihan yang sangat sulit itu, aku berusaha memperbaiki tutur kata, menahan
ego, dan hal ini masih berlangsung sampai sekarang. Apalagi ketika aku
menyakiti perasaan orangtua, di saat itu aku benar-benar merasa berdosa.
Padahal, aku sedang berusaha membawa kebaikan. Perubahan itu memang berat,
namun setidaknya lebih baik dibanding tidak melakukan sama sekali.
Setelah berhijab, aku merasa
dimudahkan segalanya oleh Allah semenjak kelas 12 itu. Termasuk dengan
rizki-Nya yang menempatkanku di universitas terbaik impianku ini, Universitas Indonesia. Dengan kemampuan
akademik yang biasa saja diantara rekan-rekan yang lain, aku merasa sangat
beruntung diberi anugerah sebesar ini. Kini aku berusaha untuk berpikir
positif, bahwa apapun yang tidak mungkin, sesungguhnya sangat mudah bagi Allah.
Lambat laun, aku benar-benar jatuh cinta
pada hijab. Selama hijrah, banyak tantangan yang ada di hadapanku, namun seiring
itu pun dukungan-dukungan terus mengalir deras. Orangtua pun mulai ikut
berbahagia atas perubahan ini. Begitu juga teman-teman dekat yang juga mulai
berhijab membuatku semakin semangat memperjuangkan ini bersama-sama. Memang benar, awal yang sederhana bisa membawa perubahan yang begitu besar. Awalnya pakaian memang seakan "memaksa"ku untuk bersikap baik, karena melakukan hal-hal kecil yang tidak baik saja sudah merasa malu dengan identitas berhijab.
Motivasi yang paling utama adalah
tentu ingin melihat Ibunda tercinta juga merasakan hal yang sama. Aku sangat
bersyukur karena kini beliau juga sedang belajar untuk mau mengenakannya
walaupun belum rutin. Terkadang, beliau pun suka menanyakan perihal tentang hijab. Sungguh kemajuan yang begitu besar bagi seorang mualaf. Aku memahami bahwa ketika beliau masih muda dulu dan memutuskan untuk menjadi mualaf, tentu pengetahuan pun masih sangat terbatas dan lingkungan pun masih kurang mendukung. Hal inilah yang membuatku ingin terus menggugah hatinya dengan terus
berkomitmen atas hijab ini dengan
perilaku yang cantik pula. Selain itu, aku juga selalu mengingat bahwa jika aku
tidak berhijab maka ayahku pun ikut terseret dalam dosa. Aku tidak ingin
menjadi anak yang tidak berguna dan hanya membawa kesusahan saja. Terakhir, aku
sangat menginginkan seorang jodoh yang shalih dan bisa menuntunku dan anak-anak
menjadi lebih baik dari ibunya kelak. Aku percaya dengan berhijab
syar’i, dapat mendekatkanku dengan jodoh yang InshaAllah religius dan
mencintaiku karena Allah.
Jadi,
mari kenakan hijabmu kawan!
“Cintailah Allah sepenuh hatimu dengan melaksanakan
perintah-Nya, maka kelak cinta yang indah akan dikirimkan Allah kepadamu dalam
jalan cerita yang tak terduga, dengan ridha-Nya”
-Nindya Viani, Teknik Komputer 2014-
----------------------------------------------------------------------------
Tamat
----------------------------------------------------------------------------
Untukmu,
Wahai yang "dipaksa" untuk mengenakan hijab lalu engkau menggerutu, ketahuilah di luar sana banyak yang sembunyi-sembunyi mengenakannya karena berbagai rintangan,
Wahai yang "dilarang" karena alasan apapun oleh siapapun, tidak ada yang melebihi perintah Allah SWT, apakah manusia mampu menghapus dosamu untuk menghindari neraka?
Jika yang belum setuju adalah orangtuamu, pahamilah setiap nasihat mereka adalah yang terbaik untuk kita. Hanya saja, kita yang perlu memberi pengertian, karena kurangnya pemahaman adalah hal yang paling utama dalam masalah ini. Baktimu kepada orangtua, adalah menuruti namun juga memberi pengertian terhadap apa yang belum mereka ketahui,
Ingat hijabmu bukan hanya untukmu, tapi untuk mengharamkan api neraka mendekati orangtuamu kelak,
Wahai yang takut kecantikkanmu hilang, sesungguhnya kebaikan di dalam hati akan memancarkan keindahanmu secara sempurna, maka jagalah perhiasanmu hanya untuk suamimu kelak. Terlebih, ingatlah janji Allah bahwa lelaki baik hanya untuk perempuan baik. Kamu yang berusaha menjaga auratmu, InshaAllah jodohmu disana sedang menjaga pandangannya terhadap wanita lain demi memperjuangkanmu,
Wahai yang takut rizkinya hilang, hijab akan membawamu pada jalan menuju rizki-Nya yang lebih berkah, tidak perlu khawatir dengan opini masyarakat jika berhijab syar'i akan sulit memperoleh pekerjaan. Rizki datang dari mana saja Ia kehendaki, dan ingatlah nikmat-Nya bukan hanya sekadar harta, namun juga nikmat waktu, nikmat sehat, nikmat kebersamaan, dan segalanya yang tak mampu terhitung,
Wahai yang telah dicap sebagai "perempuan nakal", sikapku pun demikian. Tidak menyadari batas antara lelaki dan perempuan di masa lalu, dan kini pun masih dalam tahap belajar, tidak ada kata terlambat selama malaikat maut belum datang menjemput,
Wahai yang takut ditanya, diprotes, dicela manusia karena masih belajar, berhijab adalah proses. Jangan pernah takut untuk memulai, walau hijabmu belum sempurna. Aku mengalami,
"Kok tiba-tiba mau pake jilbab Nin?"
"Wajib, kan?"
"Ini jilbab pas Ramadhan aja?"
"Hmm InsyaAllah lanjut, doakan ya"
"Pangling Niin, dikira siapa!"
"Siapa? Fatin? Duh makasih wkwk /plak/"
"Jadi bulet deh mukanya"
"Alhamdulillah bukan trapesium -_-"
"Cantikkan ga pake deh.."
"Baguslah, daripada ribet banyak yang naksir tar susah milih WKWK ga deng buat 1 orang aja biar spesial supaya doi seneng"
"Pake jilbab stylish dikit kek gitu mulu"
"Boro ngerti fashion ribet dah ah, ngerti bola ayok dah"
*ketika nyoba bermodel*
"Itu gimana buatnya sih? (baca : kok aneh *mungkin*)
"Au dah asal lilit dan nusukkin pentul doang (lalu kapok)"
"Kaya ibu-ibu pengajian deh"
"Aamiin aja ya didoain gitu, biar tobat"
"Kerudungnya agak nerawang Nin, jangan biarkan mereka melihat"
"Ampun, baru punya yang begini, sambil ngumpulin ini"
*lalu beberapa hari kemudian dikasih yang tebel sama dia wkwk terharu*
"Tumben berantakan? Rambutnya keluar-keluar ituu keliatan"
"Ampun, tadi buru-buru gegara gagal masang peniti terus zonk -_-"
"Kok lo pake jeans? Kan lo tau itu ngetat" --> blakblakan banget ini orang parah dah wkwk -_- but yes he made me realize to change as soon as possible, thanks
"Ampun, emang belom punya rok sama sekali plus masi nabung hmm. Well, cewe itu makhluk sensitif, karena memang pada dasarnya kami lebih menggunakan perasaan dibanding logika. Jadi, lain waktu mungkin bisa diperhalus sedikit, sebab tak semua orang bisa mengerti, terlebih jika tak merasakan ada di posisi mereka seperti apa"
"Lo ga cocok pake rok Nin, agak gimana gitu (baca : bantet)"
"YHAA terserah lo deh -_- pake apa aja salah mulu perasaan depan manusia wkwkwk sabar Niin :("
"Udah berhijab masih aja jelek adatmu!"
"Iya maaf... Sesulit itu perbaikin akhlak ya. Makanya aku perbaikin luar duluan yang lebih gampang. It takes time, please forgive me. And don't blame it to my hijab. Berhijab dan akhlak adalah dua perkara yang beda. Salahkan orangnya, jangan bawa-bawa hijab, kasihan dia ngga ngerti apa-apa. Walaupun memang tidak bermaksud, tapi tetap saja seakan memojokkan hijab dengan menjadikannya tolok ukur kemuliaan seorang muslimah. Melihat orang lain berhijab korupsi, nyopet, nipu, bikin vaksin palsu, dll salah siapa? Oh please, open your mind. Berhijab udah aturan dari Allah, manusia yang jalanin aturan itu. Analoginya, aturan dilarang kerjasama pas ujian, eh masih aja banyak yang langgar. Jadi yang salah aturannya atau orangnya?"
Haha that's funny. Jujur berbagai tanggapan itu benar adanya dilontarkan pada diriku, namun jawabannya tidak semuanya benar kusampaikan demikian haha. Terkadang hanya aku balas dengan senyuman atau diam terpaku, namun dalam hati, memang seperti itu yang ingin kulontarkan pada mereka. Sabarlah. Sebagian hanya bercanda, dan lainnya anggap saja mengingatkan kita karena peduli :)
Wahai yang telah mengenakan hijab, mari saling mengingatkan dan menguatkan untuk tetap istiqomah di jalan-Nya dengan terus menyempurnakan ketaatan. Kita belum tentu lebih baik dari yang belum berhijab dalam segi lainnya. Tetaplah rendah hati, tidak menyalahkan satu sama lain, namun saling menopang memperbaiki diri. Mari sama-sama belajar berubah menuju pribadi lebih baik, demi menggapai surga-Nya.
Aku, meminta maaf untuk semua orang yang merasa pernah kusakiti hatinya tanpa kusadari. Mohon ingatkan aku dalam segala kekhilafanku :")
Untukmu, bidadari dunia yang mungkin dikirimkan Allah sebagai perantara untuk menyadarkanku, jika suatu saat kamu membaca tulisan ini, ketahuilah aku sangat mengagumimu sejak awal aku melihatmu membaca puisi hingga saat ini. Benar, aku terlalu malu untuk menyampaikannya secara langsung dan memang terlihat sangat bodoh sebab hanya berani kutuliskan disini, namun ingin kuucapkan terimakasih. Sungguh orangtuamu pasti sangat bangga. Dan, lelaki yang menjadi pendamping hidupmu nanti mungkin salah satu lelaki terhebat karena dia pantas disandingkan denganmu, dengan restu Allah. Semoga tetap menjadi cahaya dimanapun kamu berada dan selalu semangat untuk menjadi seorang hafidzah 😊
July 22nd, 2016.
With love,
Nindya.
-Nindya Viani, Teknik Komputer 2014-
----------------------------------------------------------------------------
Tamat
----------------------------------------------------------------------------
Untukmu,
Wahai yang "dipaksa" untuk mengenakan hijab lalu engkau menggerutu, ketahuilah di luar sana banyak yang sembunyi-sembunyi mengenakannya karena berbagai rintangan,
Wahai yang "dilarang" karena alasan apapun oleh siapapun, tidak ada yang melebihi perintah Allah SWT, apakah manusia mampu menghapus dosamu untuk menghindari neraka?
Jika yang belum setuju adalah orangtuamu, pahamilah setiap nasihat mereka adalah yang terbaik untuk kita. Hanya saja, kita yang perlu memberi pengertian, karena kurangnya pemahaman adalah hal yang paling utama dalam masalah ini. Baktimu kepada orangtua, adalah menuruti namun juga memberi pengertian terhadap apa yang belum mereka ketahui,
Ingat hijabmu bukan hanya untukmu, tapi untuk mengharamkan api neraka mendekati orangtuamu kelak,
Wahai yang takut kecantikkanmu hilang, sesungguhnya kebaikan di dalam hati akan memancarkan keindahanmu secara sempurna, maka jagalah perhiasanmu hanya untuk suamimu kelak. Terlebih, ingatlah janji Allah bahwa lelaki baik hanya untuk perempuan baik. Kamu yang berusaha menjaga auratmu, InshaAllah jodohmu disana sedang menjaga pandangannya terhadap wanita lain demi memperjuangkanmu,
Wahai yang takut rizkinya hilang, hijab akan membawamu pada jalan menuju rizki-Nya yang lebih berkah, tidak perlu khawatir dengan opini masyarakat jika berhijab syar'i akan sulit memperoleh pekerjaan. Rizki datang dari mana saja Ia kehendaki, dan ingatlah nikmat-Nya bukan hanya sekadar harta, namun juga nikmat waktu, nikmat sehat, nikmat kebersamaan, dan segalanya yang tak mampu terhitung,
Wahai yang telah dicap sebagai "perempuan nakal", sikapku pun demikian. Tidak menyadari batas antara lelaki dan perempuan di masa lalu, dan kini pun masih dalam tahap belajar, tidak ada kata terlambat selama malaikat maut belum datang menjemput,
Wahai yang takut ditanya, diprotes, dicela manusia karena masih belajar, berhijab adalah proses. Jangan pernah takut untuk memulai, walau hijabmu belum sempurna. Aku mengalami,
"Kok tiba-tiba mau pake jilbab Nin?"
"Wajib, kan?"
"Ini jilbab pas Ramadhan aja?"
"Hmm InsyaAllah lanjut, doakan ya"
"Pangling Niin, dikira siapa!"
"Siapa? Fatin? Duh makasih wkwk /plak/"
"Jadi bulet deh mukanya"
"Alhamdulillah bukan trapesium -_-"
"Cantikkan ga pake deh.."
"Baguslah, daripada ribet banyak yang naksir tar susah milih WKWK ga deng buat 1 orang aja biar spesial supaya doi seneng"
"Pake jilbab stylish dikit kek gitu mulu"
"Boro ngerti fashion ribet dah ah, ngerti bola ayok dah"
*ketika nyoba bermodel*
"Itu gimana buatnya sih? (baca : kok aneh *mungkin*)
"Au dah asal lilit dan nusukkin pentul doang (lalu kapok)"
"Kaya ibu-ibu pengajian deh"
"Aamiin aja ya didoain gitu, biar tobat"
"Kerudungnya agak nerawang Nin, jangan biarkan mereka melihat"
"Ampun, baru punya yang begini, sambil ngumpulin ini"
*lalu beberapa hari kemudian dikasih yang tebel sama dia wkwk terharu*
"Tumben berantakan? Rambutnya keluar-keluar ituu keliatan"
"Ampun, tadi buru-buru gegara gagal masang peniti terus zonk -_-"
"Kok lo pake jeans? Kan lo tau itu ngetat" --> blakblakan banget ini orang parah dah wkwk -_- but yes he made me realize to change as soon as possible, thanks
"Ampun, emang belom punya rok sama sekali plus masi nabung hmm. Well, cewe itu makhluk sensitif, karena memang pada dasarnya kami lebih menggunakan perasaan dibanding logika. Jadi, lain waktu mungkin bisa diperhalus sedikit, sebab tak semua orang bisa mengerti, terlebih jika tak merasakan ada di posisi mereka seperti apa"
"Lo ga cocok pake rok Nin, agak gimana gitu (baca : bantet)"
"YHAA terserah lo deh -_- pake apa aja salah mulu perasaan depan manusia wkwkwk sabar Niin :("
"Udah berhijab masih aja jelek adatmu!"
"Iya maaf... Sesulit itu perbaikin akhlak ya. Makanya aku perbaikin luar duluan yang lebih gampang. It takes time, please forgive me. And don't blame it to my hijab. Berhijab dan akhlak adalah dua perkara yang beda. Salahkan orangnya, jangan bawa-bawa hijab, kasihan dia ngga ngerti apa-apa. Walaupun memang tidak bermaksud, tapi tetap saja seakan memojokkan hijab dengan menjadikannya tolok ukur kemuliaan seorang muslimah. Melihat orang lain berhijab korupsi, nyopet, nipu, bikin vaksin palsu, dll salah siapa? Oh please, open your mind. Berhijab udah aturan dari Allah, manusia yang jalanin aturan itu. Analoginya, aturan dilarang kerjasama pas ujian, eh masih aja banyak yang langgar. Jadi yang salah aturannya atau orangnya?"
Haha that's funny. Jujur berbagai tanggapan itu benar adanya dilontarkan pada diriku, namun jawabannya tidak semuanya benar kusampaikan demikian haha. Terkadang hanya aku balas dengan senyuman atau diam terpaku, namun dalam hati, memang seperti itu yang ingin kulontarkan pada mereka. Sabarlah. Sebagian hanya bercanda, dan lainnya anggap saja mengingatkan kita karena peduli :)
Wahai yang telah mengenakan hijab, mari saling mengingatkan dan menguatkan untuk tetap istiqomah di jalan-Nya dengan terus menyempurnakan ketaatan. Kita belum tentu lebih baik dari yang belum berhijab dalam segi lainnya. Tetaplah rendah hati, tidak menyalahkan satu sama lain, namun saling menopang memperbaiki diri. Mari sama-sama belajar berubah menuju pribadi lebih baik, demi menggapai surga-Nya.
Aku, meminta maaf untuk semua orang yang merasa pernah kusakiti hatinya tanpa kusadari. Mohon ingatkan aku dalam segala kekhilafanku :")
Untukmu, bidadari dunia yang mungkin dikirimkan Allah sebagai perantara untuk menyadarkanku, jika suatu saat kamu membaca tulisan ini, ketahuilah aku sangat mengagumimu sejak awal aku melihatmu membaca puisi hingga saat ini. Benar, aku terlalu malu untuk menyampaikannya secara langsung dan memang terlihat sangat bodoh sebab hanya berani kutuliskan disini, namun ingin kuucapkan terimakasih. Sungguh orangtuamu pasti sangat bangga. Dan, lelaki yang menjadi pendamping hidupmu nanti mungkin salah satu lelaki terhebat karena dia pantas disandingkan denganmu, dengan restu Allah. Semoga tetap menjadi cahaya dimanapun kamu berada dan selalu semangat untuk menjadi seorang hafidzah 😊
July 22nd, 2016.
With love,
Nindya.
Komentar
Posting Komentar