Langsung ke konten utama

Doa yang Terjawab

Alhamdulillah.
Dengan izin Allah aku berhasil menutup tahun 2018 dan membuka tahun 2019 ini dengan sebaik-baiknya.
Diawali dengan keresahan sejak awal tahun yang mencapai puncaknya saat pertengahan tahun lalu, aku sempat mengalami stres yang tak kunjung mereda karena mengkhawatirkan masa depan pasca kelulusan. Namun, kekuatan Allah mampu menghapus itu semua dari diriku yang pada akhirnya menyadarkanku ternyata benar adanya bahwa manusia berlomba dengan zona waktunya masing-masing. 

Cerita kali ini, akan kubuka dengan salah satu tulisanku yang sudah pernah kubagikan di Instagram pada tahun 2018 (dengan sedikit pengubahan), sebagai pengingat kembali bahwa tidak ada yang perlu diresahkan jika kita selalu berdoa, berusaha, dan meminta restu kedua orangtua...

Happy reading!
PERSALINAN
Rabu, 13 Juni 2018 

Untuk pertama kalinya gue melihat perjuangan seseorang dari awal kehamilan sampai memasuki fase pembukaan untuk persiapan melahirkan. Ya, kakak ipar gue, diperkirakan akan melahirkan di sekitar masa-masa bulan Ramadhan atau Idul Fitri tahun ini. Dari hari Senin pagi, sudah mulai kontraksi palsu, akhirnya diperiksalah pembukaan yang katanya benar-benar sakit luar biasa, sampai kakak ipar gue menangis dan sulit berjalan. Sampai Senin malam, kakaknya pun menggigil, gue ikut gemetaran, ikut merasa ngilu, ikut nangis, khawatir akan terjadi sesuatu yang tidak diinginkan. Melihat hal itu, lantas kami kembali lagi ke rumah sakit lalu diberi obat penghilang rasa sakit sampai akhirnya Selasa pagi memutuskan untuk pulang saja setelah diperbolehkan dokter, karena memang masih pembukaan 1 dan rentang waktu untuk sampai ke pembukaan 10 sepertinya masih panjang. 

Ternyata sesampainya di rumah, justru semakin sering kontraksi hingga malam harinya lagi. Kakak ipar gue kesakitan dan ngga bisa tidur, dan memutuskan untuk kembali ke rumah sakit lagi setelah sahur. Saat itu, gue melihat wajah abang yang benar-benar beda, berubah banget. Dia yang selalu ceria dan rusuh, baru kali ini gue melihat wajahnya yang sangat merautkan stres dan entah, tak karuan. Gue pun stres, lebih stres dari memikirkan bahwa gue harus sidang skripsi setelah Lebaran hahahaha. Akhirnya, karena sudah tidak kuat menahan rasa sakit, kakak ipar dan abang gue pun setuju untuk dilakukan operasi caesar (C-Section) pada siang hari di hari Selasa itu. Alhamdulillah, lahirlah Charlotte Aiza Adrianna, pada 13 Juni 2018, pukul 14.35 WIB.

Sungguh, terharu saat melihat bayinya lahir. Abang gue yang hampir ngga pernah menangis sebelumnya, lagi-lagi baru kali ini gue lihat dia menangis sejadi-jadinya sambil mengadzankan si adik cantik ini. Pokoknya, perjuangan seorang ibu itu luar biasa, dan perhatian seorang ayah yang sangat besar namun tidak menampakannya.

FLASHBACK
Melihat kejadian ini, gue teringat dengan cerita mama yang dulu mengandung gue. Jadi, seharusnya gue itu kembar. Saat kandungan mama kurang lebih berumur 2 bulan, calon kembaran gue ini lepas dari rahim. Lah gimana ceritanya? Hehe detailnya bisa langsung tanya ke gue aja ya. Intinya, saat itu mama sering banget mengalami pendarahan. Terjadi perdebatan antara dokter-dokter, ada yang menyarankan untuk menggugurkan dan ada juga yang mempertahankan. Akhirnya, ada salah satu dokter senior yang bersikeras bahwa mama gue sanggup untuk mempertahankan. Si dokter terkenal cerdas dan akhirnya diputuskan agar mama gue meneruskan kehamilannya. Tentu saja, hal ini dibantu dengan tekad kuat dan luar biasa dari mama, jadi bukan karena terpaksa. Nah, karena sangat beresiko, mama tidak boleh banyak gerak, lebih sering tidur di kamar dan diantarkan makanan layaknya tuan putri. Alhamdulillah, Masha Allah, akhirnya gue lahir tanpa kekurangan sesuatu apapun. Sungguh kuasa Allah yang luar biasa.

REFLEKSI
Iya, jadi itu yang selama ini membuat gue sesayang itu sama mama. Gimana ya, gue berpikir dari belum lahir aja gue sudah menyusahkan orangtua haha. Jangan heran jikalau selama ini gue melewati sangat banyak kumpul-kumpul, bukber, rapat, kuliah, atau apapun hanya karena alasan menemani mama, terutama kalau lagi sakit. Setidaknya gue tetap melaksankan apa yang menjadi kewajiban gue di luar, gue tidak pernah meninggalkannya begitu saja.

Ya, sejak dulu, gue sering banget dilarang segala hal sama orangtua terutama mama. Saat masa-masa puber, jujur gue pernah kesal banget karena menganggap bahwa mama se-protektif itu sama gue. Gue ngga bisa seperti teman-teman gue yang dilepas dan dibebasin ke mana saja, mau ngapain aja. Apalagi pas masa-masa SMP, lagi nakal-nakalnya, gue sering banget melawan dan segala macamnya yang jelek-jelek. Entahlah, gue ngga jelas banget di masa-masa itu. Sampai akhirnya, mulai masuk SMA, gue paham bahwa jadi seorang ibu itu lelah banget, sumpah. Karena sejak itu gue mulai membantu pekerjaan rumah tangga sedikit demi sedikit, dan bodohnya gue merasa bahwa melakukan itu saja sudah melelahkan. Lemah! Ya, merasa berdosa banget sama orangtua selama ini, apalagi setelah diceritakan saat-saat mempertahankan gue di kandungan selama 9 bulan sesulit itu.

KERESAHAN
Mama tidak pernah ingin dikasihanin, hanya cuma ingin gue paham bahwa mama benar-benar tidak mau kehilangan gue. Jadi, gue berusaha untuk menurunkan ego gue dan berusaha menuruti keinginannya, walaupun masih banyak yang berbenturan. Termasuk fase kehidupan berikut yang InsyaAllah akan masuk ke tahap dunia kerja. Coba, mama minta apa sama gue?
"Ade, nanti kerjanya jangan jauh-jauh ya De"
*bahkan Jakarta dianggapnya jauh hahaha*
*meski tetap ada pengecualian yang memperbolehkan gue bekerja di sana, dan gue sadar, salah satu pengecualian ini sangat berat untuk gue raih, tapi gue ingin tetap berusaha*

Ya, awalnya gue sedih. Sedih banget, Gue berpikir, kenapa sampai urusan pekerjaan saja sampai dibatasi, padahal gue bekerja demi orangtua juga. Sejujurnya, gue suka iri, sama teman-teman yang sudah magang, kerja, keluar negeri, atau apapun tanpa batasan. Mencari kerja sekarang susah, apalagi lingkupnya dibatasi. "Yah, ini sih makin sulit aja gue dapet kerja", gumam gue saat itu.
Di saat-saat sedih karena bingung mau kerja apa dan di mana, gue pernah cerita ke beberapa teman gue. Sedihnya, ada aja yang nyeletuk,
"Nikah aja udah Nin!"
Entah gue yang terlalu baper, sensitif, dan menganggap itu serius, gue langsung berpikir seperti ini,
"Kok gampang banget ya ngomong nikah aja? Emang lo kira nikah segampang nyebur ke kolam? Apakah lo berpikir bahwa perempuan itu dinikahin cuman demi dinafkahin sama suami aja? Duh, rendah banget ya kaya gitu?"

Gue tahu kebanyakan dari mereka bermaksud bercanda. Tapi hal-hal seperti itu tidak bisa dibuat sebagai bahan candaan, apalagi kalian sedang berbicara dengan seseorang yang sedang bingung dengan masa depan dan benar-benar butuh saran. Ini peringatan untuk kalian yang sedang dipercaya menjadi pendengar, tolonglah, bedakan mana seseorang yang benar-benar sedang khawatir lalu butuh dukungan dan mana seseorang yang memang hanya ingin bercerita saja.

Tapi, ya sudah, gue menganggap itu angin lalu, mungkin gue yang memang super sensitif.
Perkara nikah itu bukan hanya untuk menyatukan dua hati. Kita butuh uang. Uang bukan segalanya tapi kita butuh itu untuk bertahan hidup, apalagi kalau sudah punya anak, dari awal kehamilah sampai harus menyekolahkan dia setinggi mungkin tentu semuanya butuh biaya. Gue berbicara ini bukan berarti gue menentang pernikahan muda. Benar kok pernyataan yang mengatakan, "Allah pasti mendatangkan rizki untuk orang-orang yang menjalankan perintah-Nya termasuk berkeluarga". Wah, jelas gue setuju. Tapi tunggu. Benarkah hidup sesimpel itu? Guys, pernyataan itu HANYA BERLAKU bagi mereka yang berdoa dan berusaha. Memang bisa cuma sekedar pasrah dan menunggu rejeki datang? Gue punya prinsip bahwa sebagai perempuan gue juga harus bisa jadi pendukung suami saat dia jatuh, masa mau bergantung terus?

Gue tidak menyalahkan seseorang yang ingin menjadi full-time-mother karena gue tetap percaya, perempuan yang memutuskan untuk jadi ibu rumah tangga akan dibalaskan surga terbaik oleh-Nya jika dirinya menjalankan kewajiban sebagai seorang ibu dan istri dengan sebaik-baiknya. Bahkan, jujur gue pun ingin, suatu saat nanti. Tapi di sini, gue berbicara sebagai seorang perempuan yang masih memiliki kesempatan dan yang memiliki kemampuan untuk bisa bekerja terlebih dahulu, supaya bisa menabung sebelum menikah. Itu tujuan gue. Gue harus sudah punya tabungan setidaknya untuk berinvestasi di masa depan dan bisa digunakan untuk sesuatu yang lebih besar dengan suami gue nanti. Jadi, itu mengapa gue ngotot ingin bekerja terlebih dahulu.

Plus, kalau mau nikah sekarang juga belum kelihatan tanda-tanda calonnya siapa, di mana, sedang apa, bagaimana, dan mengapa dia wkwkwkwk.

RENUNGAN
Di masa-masa pencarian jawaban itu, mungkin Allah segera mendatangkan jawaban lewat kakak ipar gue yang kesulitan dan menahan rasa sakit beberapa hari ini. Ya, balik lagi, gue kepikiran sama cerita mama saat mengandung gue yang jauh lebih parah keadaannya. Gue hampir ngga selamat, gue hampir ngga ada di dunia ini. Melihat perjuangan mama dari sebelum gue hadir di dunia sampai akhirnya gue sebesar ini, gue belum pernah bisa balas semuanya, untuk membahagiakan pun sulit...

Jadi, kenapa gue ngga menuruti permintaannya aja? Sederhana kok, beliau hanya tidak ingin jauh dari gue. Kalau pun rejekinya di deket rumah, ya alhamdulillah. Kalau pun rejekinya di ibukota tapi di tempat yang direstui orangtua gue, wah alhamdulillah luar biasa.

Okelah, gue memang bisa dibilang dari lahir sampai kuliah "mentok" di Depok aja. Banyak orang yang bilang gue ngga akan pernah bisa berkembang, termasuk guru gue juga pernah ada yang berkata seperti itu. Yaa, bukan berarti gue bakal disini terus selamanya lah, siapa sih yang tidak mau berkarya di lingkup yang lebih besar? Hanya saja gue butuh waktu untuk menggapainya.
Satu lagi, jangan lupa. Rejeki dan jalan cerita Allah itu maha luas dan maha indah. Tidak terbatas dalam ruang dan waktu. Bukan berarti dengan kemampuan terbatas seseorang tidak bisa menghasilkan sesuatu yang bermanfaat bagi orang banyak kan?

Sebenarnya, orangtua gue ngga seribet itu, mereka hanya menyarankan yang terbaik, karena mereka tahu pasti kelemahan gue. Gampang stres, gampang sakit kalau terlalu lelah. Selama kuliah aja, bisa dibilang gue kesulitan mengimbangi jadwal. Seharusnya gue senang karena tidak dipaksa ini itu, karena gue mendapati sangat banyak orang yang tertekan karena keinginan orangtua. 

Sejak renungan ini, gue berusaha ngga iri dengan kehidupan orang lain. Semakin gue melihat mereka, gue semakin tertinggal jauh karena gue tidak bersyukur. 
"Setiap orang punya zona waktu masing-masing"
Ada yang sukses di usia muda, ada yang sukses di masa tua, dan banyak lagi contohnya. Lagipula ukuran sukses setiap orang itu berbeda. Bahkan gue mendapati beberapa fakta di sekitar gue, contohnya, orang kaya harta tapi tidak bahagia, atau orang sukses tapi anaknya tidak terurus entah menjadi anak yang tidak beretika ataupun jatuh ke pergaulan yang salah. Sungguh, hal itu mudah ditemui. Jadi, setiap orang punay masalah dan cobaan masing-masing, tidak perlu dibandingkan satu sama lain.

PESAN
Bahkan, gue pernah dibilang seperti ini oleh orangtua gue,
"De, maaf ya mama sama papa ngga bisa bahagiain ade, ngga bisa ajak ade jalan-jalan ke tempat yang bagus. Semoga nanti kamu dapat suami yang baik, yang selalu jaga ade, bisa bawa ade pergi jalan-jalan ke luar negeri. Pokoknya sayang banget sama ade"

Pengen nangis banget ngga sih diucapin seperti itu? Lah padahal gue merasa bahagia aja selama ini hahaha, BAHAGIA BANGET MALAH!
Iya, punya keluarga yang lengkap aja gue bahagia banget, karena banyak teman-teman gue yang sudah ditinggal orangtuanya, bahkan harus berjuang lebih keras demi bertahan hidupnya. Beda sama gue yang kasarnya masih tercukupi, tidak kurang sesuatu apapun.

Segala kebaikan orangtua membuat gue sadar, gue cukup menuruti keinginannya selagi mereka masih ada. Gue bisa di titik ini pun karena tidak lain dan tidak bukan adalah restu dari mereka. 

Jadi, pesannya,
Jangan pernah lupa kembali pulang,
Jangan lupa rumah,
Jangan lupakan orangtua kita dan sebisa mungkin penuhi keinginannya.

Jangan sampai kita mengaku sebagai sosok akademisi, aktivis, penggerak perubahan, atau apapun itu yang lebih peduli kondisi masyarakat sekitar TAPI LUPA SAMA KELUARGA SENDIRI.

Ingat, siapa yang peduli sama kita bahkan sebelum kita lahir?

Komunikasi itu penting.
Di era digital ini, lebih lama mana, menghabiskan waktu dengan gadget atau berbincang dengan orangtua? Ya, gue pun tidak memungkiri bahwa gadget pun menyita waktu gue sangat amat banyak, karena gue pun belum bisa mengontrol sepenuhnya. Tapi, belajarlah lebih dekat dengan keluarga. Semoga, kita bisa lebih perhatian ke depannya. Jangan sampai di masa tua orangtua kita, mereka merasa sedih. Begitupun kita, pasti sedih rasanya jika punya anak namun sibuk main gadget. Jangan protes kalau nanti mereka seperti itu, karena bisa jadi mereka mencontoh kita. Jujur, gue pun khawatir hal itu akan terjadi dan gue berusaha mengingat tulisan gue kali ini agar gue bisa melaksanakan apa yang gue tulis.

Kalau ada yang bilang gue lebay, semoga tidak menjilat ludah sendiri ketika memasuki fase kehidupan berkeluarga dan mempunyai anak ya hehe. Terima kasih sudah membaca!

DOA YANG TERJAWAB
Jadi, cerita yang sangat panjang itu pernah gue bagikan di Instagram Story, bisa kebayang ada berapa halaman dengan tulisan yang kecil-kecil haha. Gue juga pernah berjanji bahwa akan menyimpan tulisan itu di blog gue dengan harapan, tulisan ini akan abadi selamanya, meskipun entah banyak yang membaca atau tidak, tapi semoga bisa memberi manfaat bagi mereka yang memang membaca tulisan ini.

Alhamdulillah, setelah melewati berbagai perjuangan dan penantian panjang, kemarin , 15 Januari 2019, menjadi salah satu hari paling bahagia dalam hidup gue. Akhirnya gue bisa pelan-pelan membahagiakan orangtua gue dengan memperoleh pekerjaan yang sesuai dengan restu orangtua. Ya, memang prosesnya belum selesai, masih ada tahap pemberkasan, dan beberapa tahapan hingga diangkat secara resmi. Awalnya gue ragu bisa meraih ini, tapi ternyata Allah selalu menjawab doa-doa hamba-Nya. Gue sangat bersyukur karena keresahan yang gue tulis kurang lebih 7 bulan yang lalu, akhirnya terjawab sudah dan gue percaya bahwa selalu ada jalan jika kita berusaha. 




Karena sesungguhnya sekolah, kuliah, bekerja, dan menikah bukanlah suatu perlombaan dengan orang lain. Allah telah menetapkan rezeki kepada masing-masing hamba-Nya yang sesuai dengan usahanya. Ada kalanya harta dan jabatan yang dipandang seseorang luar biasa, namun justru bisa menjadi bumerang bagi dirinya. Mengapa? Ya, suatu hal yang wajar jika manusia memiliki kecenderungan untuk mengejar kebahagiaan dunia, sayangnya dirinya lupa bahwa kehidupan akhirat lah yang pasti menjemputnya menuju keabadian. Semoga kita termasuk kepada golongan orang-orang yang senantiasa bersyukur, percaya dan menyayangi diri sendiri, serta mengelola rezeki kita agar selalu bermanfaat bagi orang lain.



Stay tune, guys! Dalam beberapa waktu ke depan mau cerita lebih detail perjuangan gue dan jatuh-bangun yang gue hadapi sebelum meraih ini :)
Sebelumnya gue juga berterimakasih untuk semuanya, yang selalu mendoakan gue, selalu mengingat gue, selalu mendukung gue, di masa-masa susah maupun senang.
Mohon doanya supaya dilancarkan sampai akhir 😇



 

Komentar