Langsung ke konten utama

Mereka Pembangkit Asa

Tidaklah kau mengejar kesempurnaan di dunia ini.
Tapi, jadikan kekuranganmu sebagai senjata untuk menunjukkan kelebihanmu.
Karena Allah Maha Besar, telah menciptakan manusia dengan uniknya tanpa kurang di hadapan-Nya...

Kawan-kawan para pembaca, pernahkah kalian mendengar kata disabilitas? Dalam kehidupan sehari-hari, mungkin kita tidak begitu sering mendengar kata tersebut, namun tidak untuk mereka yang menempuh pendidikan luar biasa. Ya, disabilitas adalah kelainan seseorang yang berhubungan dengan hambatan baik secara fisik, mental, dan intelektual. Sehingga untuk mereka para penyandang disabilitas, biasanya diperlukan perhatian serta pendidikan khusus karena mereka tidak mampu berkembang normal seperti anak-anak normal lainnya. Sangat menyedihkan karena mereka kerap kali dipandang sebelah mata oleh masyarakat luas karena dianggap merepotkan, namun apakah benar demikian adanya? Jika dihubungkan dengan realitas, apakah mimpi mereka lebih sulit untuk diwujudkan dibandingkan anak-anak yang normal? Pada tulisan kali ini, saya ingin berbagi sedikit tentang pandangan saya terhadap penyandang disabilitas karena mereka salah satu pembangkit asa dan harapan kita.


Saya mulai tertarik membaca dan mencari hal-hal yang berkenaan dengan disabilitas tepatnya pada tanggal 12 April 2012 ketika sekolah saya, SMAN 3 Depok mengadakan acara perenungan motivasi untuk kelas 12 sebelum menempuh UN. Karena acara tersebut dibarengi dengan peringatan hari raya Maulid Nabi, maka kelas 10 dan 11 juga diwajibkan mengikutinya. Saya yang saat itu duduk di kelas 10, sangat terkesan dengan cara motivator memercikkan semangat lewat untaian kata-katanya, hingga akhirnya dia menampilkan video yang berisikan dengan kesuksesan para penyandang disabilitas yang mendunia dan sebenarnya sudah pernah saya lihat sebelumnya di televisi tentang mereka. Namun entah mengapa, kala itu pikiran saya seperti terdoktrin jika seandainya saya berada di posisi tersebut, membuat saya benar-benar menangis di kala itu dan sadar, mereka saja bisa, mengapa selama ini saya masih sering mengeluh? Padahal Allah memberikan saya fisik yang sempurna, keluarga yang harmonis, teman-teman yang selalu mendukung, apa yang kurang bila dibandingkan dengan mereka? Tapi mereka tidak pernah lupa bersyukur dan berusaha, membuat saya malu dengan diri saya sendiri.

Saat pulang ke rumah, saya mencoba mencari tahu lebih jauh tentang mereka lewat internet dan membaca kisah-kisahnya, dan untuk kesekian kalinya saya kembali menitikkan air mata. Betapa tidak mudah perjuangan mereka bisa sampai di puncak kariernya, dan mereka bangga dengan keadaan fisik yang tidak sempurna.



Pertama, Hee-Ah Lee, pianis yang berasal dari Korea Selatan ini, hanya memiliki 2 jari dan kaki sebatas lutut. Namun dia mampu memainkan lagu-lagu klasik dengan sangat menawan, bahkan dari karya komposer dunia Wolfgang Amadeus Mozart sekalipun. Dia juga sudah pernah mengadakan konser tunggal.



Kedua, Oscar Pistorius, pelari dengan kaki palsu yang berasal dari Afrika Selatan. Dia adalah atlit paralimpiade pertama yang mampu menjadi peserta dalam Olimpiade London 2012 yang lalu. Sekalipun belum mampu meraih medali, namun saya sungguh bangga akan tekad dan keinginannya untuk meraih prestasi seperti apa yang diraih sprinter normal lainnya.


Ketiga, Nick Vujicic, seorang motivator Serbia kelahiran Australia tanpa lengan dan kaki ini juga menjadi panutan saya. Pada usia 17 tahun, dia sudah mendirikan lembaga Life Without Limbs (Hidup Tanpa Anggota-Tubuh) sebagai awal pilarnya memotivasi orang lain. Kecerdasannya membawa dia meraih gelar Sarjana Ekonomi bidang Akuntansi dan Perencanaan Keuangan, dan diperolehnya pada usia 21 tahun! Bahkan motivator ini sudah berkeliling dunia termasuk tanah air kita Indonesia untuk berbagi pengalamannya. Sungguh anugerah yang sangat besar dari Allah SWT. 


Mereka adalah bukti, bahwa Allah menciptakan manusia dengan adil dan sudah menyiapkan rencana terbaik untuk kehidupan mereka. Masih banyak contoh-contoh penyandang disabilitas yang bisa sukses lewat jalannya masing-masing. Mungkin menjadi poin penting untuk perhatian pemerintah Indonesia saat ini, para penyandang disabilitas di Indonesia juga memiliki hak untuk diperhatikan dalam tumbuh dan berkembang. Miris rasanya karena belum banyak dari mereka yang mendapatkan hak secara penuh. 

Dan kini dari sudut pandang saya sebagai anak remaja, yang juga miris melihat berita-berita di televisi dengan semakin maraknya kenakalan remaja yang tersebar di bumi Indonesia. Mulai dari tawuran, narkoba, seks bebas, bahkan bunuh diri hanya karena stres dalam menempuh pendidikan adalah hal yang sangat membuat saya geram. Tidakkah mereka berfikir bahwa semuanya hanya menghancurkan masa depan? Mengapa hidup yang sekali ini mereka sia-siakan? Sudah sepatutnya apa yang telah kita miliki perlu kita syukuri dan gunakan kemampuan kita untuk menggenggam sukses di kemudian hari, bukan merusaknya untuk jatuh dalam kebahagiaan sesaat namun turut jatuh dalam lubang dosa.

Bayangkan para penyandang disabilitas. Mereka hidup dalam keterbatasan, tapi mereka mempunyai mimpi yang sama seperti kita, bahkan telah sukses mengkristalisasi keringat lebih dulu dibanding kita yang sempurna secara fisik, tidak memiliki keterbatasan yang berarti. Alangkah indahnya jika semua saling bahu-membahu, tidak merendahkan satu sama lain, dan bangkit membangun negeri yang sedang terpuruk ini, pasti akan muncul bibit-bibit emas baik dari para anak normal dan penyandang disabilitas. 

Mari kita saling belajar. Memperingati Hari Disabilitas Internasional pada 3 Desember lalu, hendaknya kita mendukung semua orang dan berhenti mengejek mereka yang memiliki keterbatasan tertentu. Siapa yang tahu bahwa suatu saat kita membutuhkan mereka? Hargai dan mulai belajar banyak dari para penyandang disabilitas. 



Sempurna secara fisik, 
Pintar secara intelektual,
Tapi miskin dari hati dan perasaan,
Adalah nol.

 Cintai dan syukuri apa yang ada pada dirimu! *;) winking



Tulisan ini diikutsertakan pada lomba Lomba Blog Hipendis 2012 "Aku dan Sahabat Disabilitasku"



Komentar