Langsung ke konten utama

Ketika Negatif adalah Hal yang Positif

Pada akhirnya merasakan juga menjadi penyintas Covid-19, tapi alhamdulillah tidak merasakan gejala berat dan mendapat perhatian yang luar biasa dari orang-orang baik ❤

Sedih, tapi lebih banyak bersyukur. 

Sedih ketika harus terpisah jarak meskipun di dalam rumah. Yang seharusnya ikut meringankan pekerjaan rumah, saat itu terpaksa harus dilayani total semuanya oleh orangtua.
Dalam hati, "jadi anak kok nyusahin banget ya",
Meskipun mereka selalu bilang, "ngga apa-apa, De".
It hurt me.
And I cried.

Bersyukur diberi rehat sejenak ketika sedang mencapai fase terlelah. Selama ini mungkin terlalu menyalahkan orang lain yang tidak berempati, memikirkan kepentingannya sendiri, dan sebagainya, sampai luar biasa lelah, hingga sadar mungkin salahku juga yang terlalu sibuk dengan dunia, dunia dan dunia. Jadi, kuanggap ini sebagai tamparan sekaligus anugerah, karena bisa meluangkan waktu lebih banyak untuk-Nya. 

Dan sampai saat ini masih ada saja yang tidak percaya Covid-19, ada yang menganggap remeh sehingga mengabaikan protokol kesehatan, ada yang (pura-pura) tidak peduli dengan keselamatan orang lain demi kepentingannya sendiri, ada yang menebar kebencian di media sosial, atau bahkan mungkin memang ada orang-orang dzalim yang mengambil keuntungan dari adanya pandemi ini entah korupsi bansos dari anggaran negara/daerah atau permainan bisnis dalam manajemen pelayanan kesehatan, wallahu a'lam bishawab, hanya Allah yang mengetahui kebenarannya. 

Lalu,
Sejahat-jahatnya pikiranku,
Mengapa tidak mereka atau keluarga mereka saja yang terkena penyakit ini?
Apakah mereka perlu merasakan kehilangan dulu baru bisa sadar?
Astaghfirullah...
Tidak mau mendoakan yang buruk, tetapi..
Secinta itukah mereka pada dunia sampai lupa semuanya akan diadili di akhirat?
Ya, bukan hak kita mengadili orang lain dan biarkan hukuman-Nya jatuh tepat pada waktunya. 

Satu hal yang pasti adalah kesalahan sebagian orang tidak bisa dipukul rata sebagai kesalahan seluruh rekan sejawatnya. Hal-hal seperti ini yang mempercepat penyebaran hoax dan membuat masyarakat kehilangan kepercayaan. Pelayan publik dianggap tak terdampak bahkan tenaga kesehatan dianggap mengejar insentif sampai disebut kacung WHO. Ini menyakiti hati mereka yang sudah bekerja keras dengan jujur dan ikhlas. 

Pemerintah, masyarakat, kini kita semua saling membutuhkan. Pun, selipkan dalam ibadah, doakan pemimpin-pemimpin negeri mengambil kebijakan yang bijak, tegas dan tepat demi alasan kemanusiaan. Doakan keselamatan keluarga besar dan rekan-rekan. Doakan kita semua untuk dilindungi di masa pandemi ini. Doakan Indonesia perlahan dapat lepas dari orang-orang dzalim. Kita sama, kita semua sudah lelah, sudah bosan, sudah marah. Jadi jangan memperkeruh suasana dengan menebar kebencian dan/atau hoax lagi di media sosial... 

Jangan protes jika sendirinya masih senang berkumpul dan berswafoto tanpa masker lalu dibagikan di media sosial.
"Kan cuma foto sebentar, abis ini dipake lagi maskernya"
"Namanya juga lagi makan-makan"
"Gue sehat kok, yaudah sih kalo ga suka tinggal mute/unfollow aja Nin"
"Gausah lebay, hidup juga hidup gue ya terserah gue"

Bukan masalah itu.. 

Di saat genting seperti ini, sebaiknya tahan dirimu membagikan segala aktivitas beramai-ramai dalam keadaan tanpa protokol kesehatan!
Cukup disimpan untuk  pribadi saja karena kita tidak tahu bahwa dari foto-foto itu mungkin ada perasaan teman kita yang berprofesi sebagai tenaga kesehatan yang sakit hati. Mereka sedang berjuang, mereka lelah, bahkan mereka tidak bisa pulang. 

Jadi,
Ayo berjuang bersama.
Ayo vaksin, karena yang sudah divaksin pun tetap bisa terpapar virus.
Ayo tetap jaga prokes, karena yang sudah terpapar virus pun masih bisa terkena reinfeksi.
Kita berjuang bukan hanya menyelamatkan diri sendiri. Tapi untuk orangtua, saudara, anak, sahabat, semuanya.

"Terus, buat apa vaksin kalau masih bisa terpapar?"
"Vaksin udah jalan kok malah makin banyak yang terpapar virus? Ini bisnis kelas atas atau konspirasi apa lagi ya supaya anggaran jalan terus?"
"Udah pernah kena, paling kalo kena lagi udah bisa lebih kuat kan makin banyak antibodi!"
"Gausah lebay-lebay banget toh ini penyakit biasa kaya flu aja nanti juga sembuh!"

Memang sulit mengedukasi orang Indonesia yang sangat kerasa kepala, bicara tanpa data,  lebih banyak terpapar virus kebencian dan selalu merasa paling benar. Mungkin mereka tidak tahu apa yang namanya ikhtiar dan rasa empati terhadap orang lain. Jadi, wajar saja kalau dalam berbagai hal kita tertinggal dari negara lain, bukan masalah kecerdasan, tapi masalah kepedulian dan kemanusiaan.

Dear rekan-rekanku yang masih berjuang untuk sembuh,
Semoga penyakit ini dapat menjadi penggugur dosa sekaligus pengingat bahwa apa yang tidak terlihat pun dapat menghancurkan kehidupan manusia. 
Semoga cepat sehat dan beraktivitas kembali ❤

Untuk yang sudah menjadi penyintas Covid-19,
Jangan merasa kuat. Kalaupun kamu kuat, sadari bahwa orang-orang sekelilingmu tidak sekuat dirimu.

Dan untuk yang masih diberikan nikmat sehat sampai detik ini,
Semoga tidak akan pernah lelah menjadi pahlawan pandemi, dengan tetap patuh prokes dan tidak melakukan hal-hal yang beresiko tinggi untuk memaparkan virus.

Ingatlah suatu niat baik akan dicatat sebagai satu kebaikan, apalagi jika benar-benar menjalankan?
Jangan panik, tapi tetap waspada. 
Aku bisa, kamu bisa, kita bisa, Indonesia bisa! 

-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Terima kasih banyak untuk semuanya yang sudah berbaik hati mendoakan dan menghiburku selama isolasi, menggantikan tugas di kantor, juga mengirimkan banyak sekali paket obat/suplemen/makanan yang mungkin tidak bisa kubalas satu per satu. Semoga Allah berkenan membalas kebaikan dan keikhlasannya, diberi kesehatan dan rezeki yang berkah untuk keluarganya ❤



Visit my English translation:
https://medium.com/@vianindya.27/when-negative-is-a-positive-vibes-5e61470ecfb9

Komentar